SyarahHadits Arbain Penjelasan 40 Hadis [ Lihat Gambar Lebih Besar Gan] Rp 80.500: Terjemah Qurrotul Qurotul Uyun Rp 33.600: Terjemah Talim Mutaalim Hvs -terjemahan Ta [ Lihat Gambar Lebih Besar Gan] Rp 28.100: Matan Bina Wal Asas Sc Kertas [ Lihat Gambar Lebih Besar Gan] Rp 6.000: Tamyiz Pintar Terjemahan Al-qur 39 An [ Lihat Gambar Lebih
Oleh haditsarbain Juni 9, 2007 HADITS KEDUAPULUH DELAPAN عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ الْعِرْبَاضِ بْنِ سَاريةَ رَضي الله عنه قَالَ وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، وَذَرِفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ، فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَأَوْصِنَا، قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كًثِيْراً. فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ [رَوَاه داود والترمذي وقال حديث حسن صحيح] Terjemah hadits / ترجمة الحديث Dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah radhiallahuanhu dia berkata Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam memberikan kami nasehat yang membuat hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami berkata Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat. Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam bersabda “ Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah ta’ala, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Karena di antara kalian yang hidup setelah ini akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan ajaran Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah genggamlah dengan kuat dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat “ Riwayat Abu Daud dan Turmuzi, dia berkata hasan shahih Pelajaran 1. Bekas yang dalam dari nasehat Rasulullah shollallohu alaihi wa sallam dalam jiwa para shahabat. Hal tersebut merupakan tauladan bagi para da’i di jalan Allah ta’ala. 2. Taqwa merupakan yang paling penting untuk disampaikan seorang muslim kepada muslim lainnya, kemudian mendengar dan ta’at kepada pemerintah selama tidak terdapat didalamnya maksiat. 3. Keharusan untuk berpegang teguh terhadap sunnah Nabi dan sunnah Khulafaurrasyidin, karena didalamnya terdapat kemenangan dan kesuksesan, khususnya tatkala banyak terjadi perbedaan dan perpecahan. 4. Hadits ini menunjukkan tentang sunnahnya memberikan wasiat saat berpisah karena di dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. 5. Larangan untuk melakukan hal yang baru dalam agama bid’ah yang tidak memiliki landasan dalam agama. Media Muslim INFO Project Indonesia 1428 H / 2007 M Ditulis dalam 40 Hadis, 40 Hadist, 40 Hadits, Arba'in An Nawawi, Arbin An Nawawi, Hadis Arbain, Hadis Imam Nawawi, Hadits Arba'in, Hadits Arba'in An Nawawi, Hadits Imam Nawawi, Hadits Populer, Hadits Shohih, Imam Nawawi haditske dua puluh delapan dari kitab hadits arba'in nawawi tentang wasiat rosulullah kepada umat islam, rosulullah berwasiat supaya umat islam tetap bertaqwa kepada allah swt, tunduk dan menjalankan segala aturan islam sesuai yang diajarkan oleh rosulullah, rosul berwasiat supaya kita meniru, meneladani ajaran rosulullah dan para khulafaur Hadits Arbain An-Nawawiyah الأربعون النووية menukil hadits dari Rasulullah SAW soal wasiat beliau kepada ummat Islam. Di antara inti hadits tersebut memerintahkan agar ummat Islam berpegang teguh pada Sunnah Nabi SAW, menjauhi perkara perselsihan dan bid’ah, serta wajibnya menaati pemimpin. Wasiat Nabi SAW lainnya yang tak kalah pentingnya adalah bertakwa kepada Allah SWT. Pesan taqwa adalah bagian utama dalam wasiat tersebut. Beliau juga mengabarkan bahwa di sepeninggalan Nabi, akan terjadi banyak perbedaan di antara ummat ini. Inilah yang terjadi pada hari ini di mana perbedaan seolah tak pernah habis antara satu dengan yang lain. Karena itu, pesan taqwa, mengikuti Sunnah Nabi, menjauhi perkara bid’ah dan taat pada pemimpin meskipun ia seorang budak, menjadi relevan agar tidak terjadi perbadaan tajam di antara ummat Islam. Berpegang pada Sunnah Nabi SAW bukanlah perkara mudah karena tidak sedikit pengolok dan penentangnya. Kerasnya perbedaan yang akan muncul, maka Rasulullah SAW menekankan bahwa “Gigitlah sunnah itu dengan geraham-geraham kalian.” Rasulullah SAW seolah sudah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari, bahkan kejadian pada zaman ini. Berpegang pada sunnah juga diibaratkan bagai memegang bara api. Dalam Syarah Kitab Al-Arbain Karya Imam An-Nawawi, hadits ke-28 ini diriwayatkan oleh Abu Najih Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu Anhu yang juga diriwayatkan oleh Tirmidzi. عَنْ أَبِي نَجِيْحٍ العِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قاَلَ وَعَظَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ مَوْعِظًةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوْبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُوْنُ فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةً مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَي اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ المَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ Dari Abu Najih Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu Anhu, dia berkata “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memberikan nasihat kepada kami dengan nasihat yang karenanya hati kami bergetar dan air mata mengalir, maka kami mengatakan Ya Rasulullah, seolah-olah ini adalah pesan dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat!’ Maka kemudian beliau SAW bersabda Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, dan patuh serta taat kepada pemimpin meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak. Dan sungguh orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, dia akan mendapat perbedaan yang banyak. Maka ikutilah sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah itu dengan geraham-geraham kalian, dan hindarilah oleh kalian perkara-perkara yang baru dalam agama, karena setiap bid’ah adalah kesesatan.’” HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, At-Tirmidzi mengatakan ini adalah hadits yang hasan shahih Imam An-Nawawi mengatakan, “fa-alaikum bisunnatii” pada hadits di atas bermakna “Berpeganglah pada sunnahku”. Artinya, ketika berbagai urusan diperselisihkan, tetaplah pada sunnah Rasulullah SAW. Kemudian kalimat “Gigitlah sunnah itu dengan geraham-geraham kalian” artinya, berpegang kuat dan tidak mengikuti pendapat-pendapat para pengikut hawa nafsu dan bid’ah. Menggigit sunnah artinya berpegang dengannya, jangan sampai lepas. Adapun sunnah para khulafaur rasyidin yang dimaksudkan adalah empat khalifah yakni Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Karena itu, meninggalkan salah satu dari keempatnya adalah kekeliruan yang sangat besar. Imam Ibnu Daqiq mengatakan, sabda Nabi SAW “Dan sungguh orang yang hidup di antara kalian sepeninggalku, dia akan mendapat perbedaan yang banyak”, artinya beliau sudah mengetahui apa yang akan terjadi secara terperinci, namun beliau tidak menjelaskan secara gamblang kepada semua orang. Beliau SAW hanya menyampaikan sebagai peringatan dan kewaspadaan secara umum. Menurut Ibnu Daqiq, secara terperinci disampaikan kepada Abu Hidzaifah dan Abu Hurairah. Adapun makna “fa-alaikum bisunnatii” adalah berpegang pada sunnah sebagai jalan yang lurus dan terang sesuai sunnatullah. Di antara faidah dari hadits ini adalah Antusiasme Nabu SAW untuk menasihati para sahabatnya, di mana beliau memberikan nasihat yang berkesan serta membuat hati gemetar dan mata menangis. Wasiat taqwa sudah disampaikan mulai dari Rasulullah SAW kepada para sahabatnya dan sampai pada ummat dan pengikut Rasulullah SAW hingga hari ini. Tiadalah wasiat yang lebih utama dan lebih sempurna dibandingkan dengan wasiat supaya bertaqwa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya وَلَقَدْ وَصَّيْنَا ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ وَإِن تَكْفُرُوا۟ فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَنِيًّا حَمِيدًا “dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan juga kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka ketahuilah, sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.” QS An-Nisa 131 Wasiat taat kepada pemimpin telah diperintahkan dalam al-Qur’an bahwa orang-orang beriman harus taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan serta ulil amri atau pemimpin QS An-Nisa 59. Namun, perintah taat kepada pemimpin adalah ketaatan dalam kebaikan, bukan kemaksiatan atau keburukan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Ketaatan itu hanyalah dalam kebajikan”. Jadi ketaatan kepada pemimpin adalah perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Hadits ini menunjukkan tentang sunnahnya memberikan wasiat saat berpisah karena di dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Larangan untuk melakukan hal yang baru dalam agama bid’ah yang tidak memiliki landasan dalam agama. AzaMendirikanshalat. 3. Menunaikan zakat. 4. Berpuasa pada bulan Ramadhan. 5. Berhaji ke Baitullah bagi yang mampu. Adapun tambahan dan penyempurnaan kelima Rukun Islam tersebut, seperti kewajiban-kewajiban lainnya dan amalan-amalan sunnah, maka itu adalah hiasan bangunan. Rasulullah SAW bersabda: "Iman itu 70 sekian cabang, yang tertinggiعَن أَبي نَجِيحٍ العربَاضِ بنِ سَاريَةَ رضي الله عنه قَالَ وَعَظَنا رَسُولُ اللهِ مَوعِظَةً وَجِلَت مِنهَا القُلُوبُ وَذَرَفَت مِنهَا العُيون. فَقُلْنَا يَارَسُولَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأَوصِنَا، قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عز وجل وَالسَّمعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلافَاً كَثِيرَاً؛ فَعَلَيكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المّهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فإنَّ كلّ مُحدثةٍ بدعة، وكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ. رواه أبو داود والترمذي وقال حديث حسن صحيح Abu Najih Irbādh bin Sāriyah radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah pernah menasihati kami dengan sebuah nasihat yang menyebabkan hati bergetar dan air mata berlinang, lalu kami berujar, Wahai utusan Allah, seakan-akan ini adalah nasihat orang yang akan berpisah, maka berilah kami wasiat!’ Beliau bersabda, Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada penguasa meskipun kalian diperintah oleh seorang budak. Sesungguhnya siapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh sebab itu, wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunahku dan sunah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham kalian! Hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan karena setiap bidah adalah sesat.’” HR. Abu Dawud dan Tirmizi, beliau berkata bahwa hadis ini hasan sahih.[1] Irbādh bin Sāriyah adalah seorang sahabat Rasul yang memiliki keistimewaan. Menurut riwayat lain hadis ini, Irbādh bin Sāriyah adalah salah seorang yang disebutkan dalam firman Allah, “وَّلَا عَلَى الَّذِيْنَ اِذَا مَآ اَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَآ اَجِدُ مَآ اَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ ۖتَوَلَّوْا وَّاَعْيُنُهُمْ تَفِيْضُ مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا اَلَّا يَجِدُوْا مَا يُنْفِقُوْنَۗ Artinya “Tidak ada dosa pula bagi orang-orang yang ketika datang kepadamu Nabi Muhammad agar engkau menyediakan kendaraan kepada mereka, lalu engkau berkata, Aku tidak mendapatkan kendaraan untuk membawamu.’ Mereka pergi dengan bercucuran air mata karena sedih sebab tidak mendapatkan apa yang akan mereka infakkan untuk ikut berperang.” QS. Al-Taubah92 Suatu ketika beliau didatangi oleh sekelompok orang yang datang untuk menemui beliau dan menimba ilmu. Beliau pun lantas menceritakan hadis ini. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa nasihat ini disampaikan oleh Nabi seusai Salat Subuh.[2] Hadis ini berisi wejangan dari Baginda Nabi agar manusia bertakwa dan taat kepada pemimpin. Kedua hal ini akan mendatangkan maslahat dunia dan akhirat. Dalam hadis ini, nabi juga berpesan untuk berpegang teguh kepada ajarannya sebagai resep keselamatan dari penyimpangan dan kesesatan. Nasihat Rasulullah Rasulullah adalah seorang public speaker yang ulung. Bagaimana tidak? Beliau dikaruniai oleh Allah jawāmi’ al-kalim. Untaian kata yang ringkas namun berbobot dan sarat makna. Oleh sebab itu, Irbādh mendeskripsikan bahwa nasihat Rasulullah kala itu begitu menyentuh, menggetarkan hati, dan menjadikan air mata berlinang. Agar nasihat yang disampaikan dapat menyentuh dan tersampaikan dari hati ke hati, hendaknya beberapa hal berikut perlu diindahkan Niat yang ikhlas. Tujuan nasihat adalah mengajak orang lain untuk semakin dekat kepada Allah. Bukan karena ingin pujian, pengakuan, utang jasa orang yang dinasihati, dan sebagainya. Inilah kunci utama agar nasihat berkesan. Apa yang bertolak dari hati akan sampai ke hati. Kesesuaian tema pembahasan. Hendaknya nasihat yang diberikan berisi dan bertujuan untuk menyadarkan, mengingatkan, dan mengedukasi masyarakat kaum muslimin tentang maslahat dunia dan akhirat. Pemilihan kata yang sesuai. Allah berfirman, … وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَّهُمْ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَوْلًا ۢ بَلِيْغًا Artinya “… nasihatilah mereka, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.” QS. An-Nisa`63 Tidak berpanjang lebar dan bertele-tele. Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Jabir bin Samurah berkata, كُنْتُ أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْدًا . وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا “Dulu saya salat bersama Rasulullah. Salat beliau pertengahan tidak terlalu panjang, tidak pula terlalu singkat dan khotbah beliau pun pertengahan tidak terlalu panjang, tidak pula terlalu singkat.”[3] Dalam hadis lain beliau mengatakan, كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لَا يُطِيلُ الْمَوْعِظَةَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، إِنَّمَا هُنَّ كَلِمَاتٌ يَسِيرَاتٌ “Biasanya Rasulullah tidak berlama-lama menasihati pada Hari Jumat, hanya sekedar penyampaian singkat.”[4] Memilih waktu yang tepat. Nabi tidak menasihati setiap saat. Beliau mencari waktu yang tepat untuk menyampaikan wejangan. Demikianlah yang diamalkan oleh para sahabat. Abu Wā`il bercerita, كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُذَكِّرُنَا كُلَّ يَوْمِ خَمِيسٍ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّا نُحِبُّ حَدِيثَكَ وَنَشْتَهِيهِ وَلَوَدِدْنَا أَنَّكَ حَدَّثْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ فَقَالَ مَا يَمْنَعُنِي أَنْ أُحَدِّثَكُمْ إِلَّا كَرَاهِيَةُ أَنْ أُمِلَّكُمْ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي الْأَيَّامِ كَرَاهِيَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا “Abdullah [bin Mas’ud] menyampaikan nasihat untuk kami setiap Hari Kamis, lalu seseorang berkata padanya, Hai Abu Abdurrahman kunyah Abdullah bin Mas’ud, kami menyukai penyampaianmu. Kami ingin kau menyampaikan kepada kami setiap hari.’ Abdullah berkata, Tidak ada yang menghalangiku untuk menceritakan kepada kalian selain karena aku tidak ingin membuat kalian bosan. Rasulullah ﷺ mengatur penyampaian nasihat pada kami dalam beberapa hari karena tidak mau membuat kami bosan.’”[5] Hati Para Sahabat Hadis ini juga menggambarkan betapa lembutnya hati para sahabat. Mereka menangis, hati mereka bergetar disebabkan kedalaman ilmu yang mereka miliki, rasa takut kepada Allah yang tertancap kuat, serta keimanan dan pembenaran yang kokoh terhadap ucapan sang baginda. Semua itu adalah tanda bahwa terdapat kesalehan dalam hati mereka. Nasihat Takwa dan Keutamaannya Nabi memesankan ketakwaan kepada para sahabat. Takwa ialah mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Inilah nasihat Allah kepada seluruh hamba-Nya yang telah berlalu dan yang akan datang. Allah berfirman, وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَاِيَّاكُمْ اَنِ اتَّقُوا اللّٰهَ ۗوَاِنْ تَكْفُرُوْا فَاِنَّ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَنِيًّا حَمِيْدًا Artinya “Sungguh, Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan juga kepadamu umat Islam agar bertakwa kepada Allah. Akan tetapi, jika kamu kufur, maka sesungguhnya hanya milik Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” QS. An-Nisa`131 Tunduk dan Patuh pada Penguasa Selama Bukan Kemaksiatan Ketundukan dan kepatuhan merupakan bagian dari hak seorang pemimpin yang wajib ditunaikan oleh rakyatnya. Hak ini telah termaktub dalam al-Qur’an. Allah berfirman, يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ Artinya “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nabi Muhammad serta ululamri pemegang kekuasaan di antara kamu.” QS. An-Nisa’59 Dalam ayat di atas, Allah menyebutkan ulul amri pemegang kekuasaan padahal ketaatan kepadanya sudah termasuk dari bagian ketaatan pada Allah dan rasul-Nya. Ini menunjukkan bahwa ketaatan terhadap ulul amri begitu penting untuk diperhatikan.[6] Kelalaian kaum muslimin menunaikan hak ini dapat menimbulkan kerusakan dan fitnah di antara kaum muslimin itu sendiri. Betapa pentingnya hal ini bahkan nabi pun memerintahkan untuk dengar dan taat walaupun yang memimpin adalah seorang budak. Ucapan ini disebutkan oleh nabi sebagai bentuk penekanan. Walaupun sebagian ulama ada yang memandang bahwa maksud dari ucapan ini adalah kabar dari sang baginda akan munculnya kerusakan dalam penerapan syariat hingga kekuasaan dipikul oleh orang yang bukan ahlinya. Meski demikian, ketaatan harus tetap diutamakan dalam rangka mengambil mudarat yang lebih ringan. Para sahabat pun senantiasa mengingatkan satu sama lain terkait permasalahan ini. Suwaid bin Ghaflah bercerita, أَخَذَ عُمَرُ بِيَدِي فَقَالَ يَا أَبَا أُمَيَّةَ إِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلَّنَا لَا نَلْتَقِي بَعْدَ يَوْمِنَا هَذَا، اِتَّقِ اَللَّهَ رَبَّك إِلَى يَوْمٍ تَلْقَاهُ كَأَنَّكَ تَرَاهُ وَأَطِعْ اَلْإِمَامَ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا مُجَدَّعًا، إِنْ ضَرَبَكَ فَاصْبِرْ، وَإِنْ أَهَانَك فَاصْبِرْ، وَإِنْ أَمَرَكَ بِأَمْرٍ يُنْقِصُ دِينَكَ فَقُلْ طَاعَةُ دَمِي دُونَ دِينِي، وَلَا تُفَارِقْ اَلْجَمَاعَةَ “Umar memegang tangan saya seraya berkata, Wahai Abu Umayyah, saya tak tahu mungkin saja kita tidak bertemu lagi setelah hari ini. Bertakwalah kepada Tuhanmu hingga hari engkau berjumpa dengan-Nya seakan-akan engkau melihat-Nya. Taatilah pemimpin walaupun ia adalah hamba sahaya dari Habasyah terpotong kaki dan tangannya. Jika kamu dipukul maka sabarlah, jika engkau dihina bersabarlah, jika ia perintahkan suatu perkara yang dapat mengurangi agamamu maka katakanlah aku taat dengan darahku, tidak dengan agamaku, serta janganlah engkau meninggalkan jamaah.”[7] Munculnya Fitnah Akhir Zaman Nabi mengabarkan bahwa sepeninggal beliau akan muncul perselisihan dan perpecahan. Perpecahan ini terjadi disebabkan perbedaan landasan pokok beragama, furuk, perebutan kekuasaan dan sebagainya.[8] Pada saat hal itu terjadi, seorang muslim hendaknya mengamalkan isi wasiat Rasulullah di atas, عَلَيكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ المّهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ “…wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunahku dan sunah para khulafaur rasyidin[9] yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunah tersebut dengan gigi geraham kalian! Hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan…!” Bidah Ibnu Rajab berkata, “Bidah yang dimaksud ialah segala perkara yang diada-adakan dalam syariat yang tidak memiliki dalil asal. Apabila perkara tersebut memiliki dalil asal maka bukan dikategorikan bidah dalam terminologi syariat walaupun masuk dalam kategori bidah dalam etimologi.”[10] Tambahan Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan tambahan sebagai berikut إِنِّي قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي مِنْكُمْ إِلَّا هَالِكٌ وَمَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا “Sungguh saya telah meninggalkan kalian dalam keadaan yang sangat jelas, malamnya sebagaimana siangnya. Tidak akan menyeleweng setelahku kecuali dia akan binasa. Barang siapa yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak…”[11] Footnote [1]HR. Abu Dawud 4607, Tirmizi 2676, Ibnu Majah 42, dan Ahmad 17416. [2] HR. Tirmizi 2676. [3] HR. Muslim 866. [4] HR. Abu Dawud 1071. [5] HR. Bukhari 68 dan Muslim 2821. [6] Lihat Al-Wāfiy Fi Syarh Al-Arba’īn An-Nawawiyah hal. 214. [7] Ushūl As-Sunnah karya Ibnu Zamanain 205. [8] Lihat Al-Hulal Al-Bahiyah karangan Dr. Masnhur Al-Shaq’ūb hal. 226. [9] Khulafaur rasyidin adalah Abu Bakar, Umar bin Al-Khattāb, Utsman bin Affān, dan Ali bin Abi Thālib radhiyallahu anhum. Rasyidin adalah bentuk jamak dari rasyid yang berarti mengetahu kebenaran dan mengamalkannya. Lawannya ialah Ghāwi yang berarti mengetahui kebenaran dan mengamalkan sebaliknya. Lihat Jāmi’ Al-Ulūm Wa Al-Hikam hal. 565. [10] Jāmi Al-Ulūm Wa Al-Hikam hal. 566. [11] HR. Ahmad 16519 dan Ibnu Majah 43. Tambahan ini diperselisihkan oleh para ulama. Banyak yang berpendapat bahwa lafaz ini mudraj. Lihat Jāmi’ Al-Ulūm Wa Al-Hikam hal. 553.
Misalnya merubah jumlah rakaat shalat lima waktu, memindahkan puasa Ramadhan ke bulan yang lain, atau melaksanakan ibadah haji di luar kota Mekkah. Untuk menyimak hadits arbain yang lain, silakan klik link berikut ini: One thought on "Arbain Nawawiyah 28: Setia Mengikuti Sunnah Rasulullah Saw." 1 Juni 2021 at 13:29 . Kitab Arbainعن أبي نجيح العرباض بن سارية رضي الله عنه قال وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم موعظة وجلت منها القلوب وذرفت منها العيون , فقلنا يا رسول الله كأنها موعظة مودعٍ فأوصنا , قال – أوصيكم بتقوى الله عزوجل , والسمع والطاعة وإن تأمر عليك عبد , فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافاً كثيراً . فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديّين عضوا عليها بالنواجذ , وإياكم ومحدثات الأمور فإن كل بدعة ضلالة – رواه أبوداود والترمذي وقال حديث حسن صحيح Terjemahan Abu Najih, Al Irbad bin Sariyah ra. ia berkata “Rasulullah telah memberi nasehat kepada kami dengan satu nasehat yang menggetarkan hati dan membuat airmata bercucuran”. kami bertanya ,”Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya meninggal, maka berilah kami wasiat” Rasulullah bersabda, “Saya memberi wasiat kepadamu agar tetap bertaqwa kepada Alloh yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintahmu seorang hamba sahaya budak. Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian masih hidup niscaya bakal menyaksikan banyak perselisihan. karena itu berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang lurus mendapat petunjuk dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah olehmu hal-hal baru karena sesungguhnya semua bid’ah itu sesat.” HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih[Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676] Pada sebagian sanad diriwayatkan dengan kalimat “Sesungguhnya ini adalah nasihat dari orang yang akan berpisah selamanya meninggal. Lalu apa yang akan engkau pesankan kepada kami ?” Beliau bersabda, “Aku tinggalkan kamu dalam keadaan terang benderang, malamnya seperti siang. Tidak ada yang menyimpang melainkan ia pasti binasa” Penjelasan Perkataan, “nasihat yang mengena” maksudnya adalah mengena kepada diri kita dan membekas dihati kita. Perkataan, “yang menggetarkan hati kita” maksudnya menjadikan orang takut. Perkataan,”yang mencucurkan air mata” maksudnya seolah-olah nasihat itu bertindak sebagai sesuatu yang menakutkan dan mengancam. Sabda Rasulullah, “Aku memberi wasiat kepadamu supaya tetap bertaqwa kepada Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia, tetap mendengar dan mentaati” maksudnya kepada para pemegang kekuasaan. Sabda Beliau, “Walaupun yang memerintah kamu seorang budak”, pada sebagian riwayat disebutkan budak habsyi. Sebagian Ulama berkata, “Seorang budak tidak dapat menjadi penguasa” kalimat tersebut sekedar perumpamaan, sekalipun hal itu tidak menjadi kenyataan, seperti halnya sabda Rasulullah, “Barangsiapa membangun masjid sekalipun seperti sangkar burung karena Allah, niscaya Allah akan membangukan untuknya sebuah rumah di surga”. Sudah tentu sangkar burung tidak dapat menjadi masjid, tetapi kalimat perumpaan seperti itu biasa dipakai. Mungkin sekali Rasulullah memberitahukan bahwa akan terjadinya kerusakan sehingga sesuatu urusan dipegang orang yang bukan ahlinya, yang akibatnya seorang budak bisa menjadi penguasa. Jika hal itu terjadi, maka dengarlah dan taatilah untuk menghindari mudharat yang lebih besar serta bersabar menerima kekuasaan dari orang yang tidak dibenarkan memegang kekuasaan, supaya tidak menimbulkan fitnah yang lebih besar. Sabda Rasulullah, “Sungguh, orang yang masih hidup diantaramu nanti akan melihat banyak perselisihan” ini termasuk salah satu mukjizat beliau yang mengabarkan kepada para shohabatnya akan terjadinya perselisihan dan meluasnya kemungkaran sepeninggal beliau. Beliau telah mengetahui hal itu secara rinci , tetapi beliau tidak menceritakan hal itu secara rinci kepada setiap orang, namun hanya menjelaskan secara global. Dalam beberapa hadits ahad disebtukan beliau menerangkan hal semacam itu kepada Hudzaifah dan Abu Hurairah yang menunjukkan bahwa kedua orang itu memiliki posisi dan tempat yang penting disisi Rosululloh . Sabda Beliau, “Maka wajib atas kamu memegang teguh sunnahku” sunnah ialah jalan lurus yang berjalan pada aturan-aturan tertentu, yaitu jalan yang jelas. Sabda Beliau, “dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapatkan petunjuk” maksudnya mereka yang senantiasa diberi petunjuk. Mereka itu ada 4 orang, sebagaimana ijma’ para ulama, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra. Rasululloh menyuruh kita teguh mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin karena dua perkara Pertama, bagi yang tidak mampu berpikir cukup dengan mengikuti mereka. Kedua, menjadikan pendapat mereka menjadi pilihan utama bila terjadi perselisihan pendapat diantara para shahabat. Sabdanya “ Jauhilah olehmu perkara-perkara yang baru “. Ketahuilah bahwa perkara yang baru itu ada dua macam. Pertama, perkara baru yang tidak punya dasar syari’at, hal semacam ini bathil lagi tercela. Kedua, perkara baru yang dilakukan dengan membandingkan dua pendapat yang setara, perkara baru semacam ini tidak tercela. Kata-kata “perkara baru atau bid’ah” arti asalnya bukanlah perbuatan yang tercela. Akan tetapi, bila pengertiannya ialah menyalahi Sunnah dan menuju kepada kesesatan, maka dengan pengertian semacam itu menjadi tercela, sekalipun secara harfiah makna kata tersebut sama sekali tidak tercela, karena Allah pun di dalam firman-Nya menyatakan “Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Qur’an pun yang baru dari Tuhan mereka” QS. Al Anbiyaa’ 2 Juga perkatan Umar radhiallahu anhu “Bid’ah yang sebaik-baiknya adalah ini”, yaitu shalat tarawih berjama’ah. Wallaahu a’lam. HaditsArbain Ke 42 - Tiga Hal Yang Bisa Menghapuskan Dosa merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Anas Burhanuddin, M.A. dalam pembahasan Al-Arba'in An-Nawawiyah (الأربعون النووية) atau kitab Hadits Arbain Nawawi Karya Imam Nawawi Rahimahullahu Ta'ala. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 28 Dzul Qa'dah 1443 H / 28 Juni 2022 M.